Dari 8 macam peran guru yang diungkapkan oleh Hamalik (2004), yang tampak menonjol ditampilkan di dalam kelas adalah 4 macam saja yaitu guru sebagai pengajar, guru sebagai pembimbing, guru sebagai pemimpin dan guru sebagai ilmuwan. Sebagai pengajar guru harus memahami pelajaran secara mendalam, menguasai metode dan teknik mengajar. Sebagai pembimbing, guru harus bisa memberikan bantuan kepada murid agar mampu mengenali diri sendiri, menemukan masalah, memecahkan masalah dan menyesuaikan diri. Sebagai pemimpin, guru membuat rencana, melaksanakan, mengorganisasi, mengkoordinasi kegiatan, mengontrol dan menilai. Sebagai ilmuwan, guru wajib menyampaikan pengetahuan kepada murid sambil terus belajar mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari berbagai sumber.
Sehubungan tugas di kelas, guru berperan dan berfungsi sebagai pendidik dan pengajar, sebagai pemimpin, sebagai administrator dan sebagai pengelola pembelajaran. (Mulyasa, 2007: 19). Lebih lanjut, Ditjen Dikti P2TK, 2004 memuat fungsi guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing dan pelatih di samping sebagau pengembang dan pengelola program, serta sebagai tenaga profesional.
Ashari (2007:28) mengajak guru supaya menampilkan diri sebagai seorang guru unggul. Caranya, dengan menggunakan jurus PKS (Penampilan, Komunikasi dan Sistematika). Penampilan prima dibangun dengan rapi, bersemangat, cerdas dan percaya diri. Komunikasi dijaga dengan antara lain blocking, membangun kedekatan, menggunakan semua modalitas serta motivasi. Sementara sistematika mencakup urutan materi, bagan dan pembahasan soal.
Sayangnya, guru tidak bisa menjalankan perannnya itu secara mandiri. Dia sangat tergantung pada pihak lain. Mereka adalah kepala sekolah atau ketua yayasan serta jajarannya serta Departemen Pendidikan Nasional. Kedua atau ketiga agen ini potensial menjadi penghalang bagi lancarnya peran guru. Betapa tidak, suasana dan kondisi belajar sangat tergantung pada ketersediaan fasilitas belajar mengajar di kelas/sekolah. Dalam hal ini termasuk terciptanya hubungan yang sehat dan demokratis di kalangan guru. Pihak pemerintah memainkan peran yang tidak terlihat tetapi sangat terasa. Paling tidak hal ini tampak dalam kurikulum yang diberlakukan, perampokan hak guru untuk menentukan kelulusan serta imbalan kesejahteraan sebagai penghargaan terhadap fungsi dan profesi guru yang masih minim.
Kalau guru, kepala sekolah, ketua yayasan, Depdiknas dan orang tua bisa bekerja sinergis dan saling mengerti tugasnya niscaya akan tercipta belajar yang efektif. Menurut Dryden dan Vos (2000) belajar akan efektif kalau Anda dalam keadaan “fun”. Untuk itu perlu dipenuhi 6 prinsip yaitu:
1. “Kondisi’ terbaik untuk belajar
2. Bentuk presentasi yang melibatkan seluruh indra dan sekaligus membuat rileks, menyenangkan, bervariasi, cepat dan menggairahkan
3. Berpikir kreatif dan kritis untuk membantu “proses internal’
4. “Rangsangan “ dalam mengakses materi pelajaran, dengan permainan, lakon pendek dan drama, serta berbagai kesempatan untuk praktik
5. Pengalihan ke hubungan dan terapan nyata
6. Peninjauan ulang dan evaluasi secara teratur; dengan merayakan keberhasilan di setiap tahah
Bagaimapun rendahnya partisipasi pihak lain, tetap saja guru diharapkan mampu menjalankan perannya dengan baik. Setidak-tidaknya hal itu bisa diciptakan dalam pelajaran di kelas. Guru dapat membuat hubungan yang saling menghargai dan saling mendengarkan dengan siswa di kelas. Itu akan menjadi salah satu dasar utama bagi berlangsungnya kegitan belajar mengajar yang menyenangkan dan menghasilkan.
15.5.08
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar